Minggu, 20 April 2008

Peningkatan nilai ekonomis komoditi coklat

Meningkatkan nilai ekonomis komoditi coklat (kakao) melalui

pendirian pabrik pengolahan biji coklat di Kota Palu

Meskipun potensi komoditas perkebunan terutama coklat (kakao) di propinsi Sulawesi Tengah cukup besar kurang lebih 248.845 ton pertahunnya yang meliputi perkebunan besar 101 ton dan perkebunan rakyat 147.845 ton (sumber: BPS 2006), namun belum dapat memberikan kontribusi PAD yang besar bagi pemerintah daerah oleh karena komoditas tersebut hanya bisa di pasarkan dalam bentuk bahan mentah saja, sementara kalau pemerintah daerah dalam hal ini Kota Palu menggalakkan argoindustri melalui pendirian pabrik pengolahan biji coklat di kota Palu sehingga komoditas coklat yang berasal dari berbagai kabupaten seperti Poso, Parimo, Donggala maupun kabupaten lainnya tidak perlu lagi dipasarkan keluar propinsi Sulawesi Tengan dalam bentuk bahan mentah, melainkan dipasarkan dalam bentuk setengah jadi atau bisa sampai kepada bahan jadi yang siap dimakan misalnya permen coklat atau coklat pasta yang dapat dikonsumsi langsung setelah diolah di kota Palu; dengan demikian nilai ekonomis yang dapat dihasilkan akan lebih besar bila dibandingkan dengan hanya mengeksport bahan mentah saja. Dengan demikian pengaruh positif yang bakal di dapat oleh pemerintah Sulawesi Tengah antara lain terjadi pengurangan pengangguran di kota dengan memanfaatkan para penganggur untuk bekerja di pabrik coklat, peningkatan pendapatan pekerja sektor informal kota, peningkatan pendapatan petani coklat diberbagai daerah di propinsi Sulawesi tengah. Pada hakekatnya Pemerintah Kota Palu harus berperan sebagai lokomotif bagi pengembangan sektor perkebunan terutama komoditas coklat di Sulawesi Tengah.

Untuk bisa merealisasikan hal ini perlu mengajak para calon insvestor baik yang berada dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk menanamkan modalnya melalui pendirian pabrik pengolah biji coklat di kota Palu. Ajakan ini harus didukung oleh penyediaan listrik yang memadai agar para calon investor bersedia menanamkan modalnya, sebaliknya para investor tidak akan melirik kota Palu jika infrastruktur kelistrikan tidak mendukung meskipun masyarakat, keamanan, kemudahan pemberian izin investasi, ketersediaan lahan, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi mendukung. Oleh karena itu perlu dukungan dari pemerintah dan rakyat melalui wakilnya di DPRD untuk mempertimbangkan hal tersebut, bila perlu mengalokasikan sebagian dana guna membangun infrastruktur kelistrikan dikota Palu meski berdampak pada ditangguhkannya sebagian pembangunan infrastruktur lainnya selama beberapa tahun kecuali hanya untuk pemeliharaannya. Jadi dalam hal ini perhatian pemerintah bukan hanya memikirkan bagaimana menanggulangi permasalahan kelistrikan saat ini saja, akan tetapi bagaimana mengusahakan menambahan pasokan listrik di kota Palu sehingga listrik menjadikan sebagai daya tarik para calon investor disamping daya tarik sumberdaya alam (terutama komoditi coklat) yang dimiliki propinsi Sulawesi Tengah.